Konsep Nasikh Mansukh Mahmud Muhammad Taha Serta Aplikasinya Terhadap Kesetaraan Difabel dalam Al-Qur’an
Keywords:
Nasikh Mansukh, Mahmud Muhammad Taha, Risalah Kedua, DifabelAbstract
Tulisan ini memaparkan terkait konsep nasikh dan mansukh prespektif Mahmud Muhammad Taha, seorang pembaharu muslim di Sudan. Al-Qur’an sendiri diberapa tempat membicarakan nasikh dan mansukh, mayoritas para ulama klasik dantaranya membenarkan adanya nasikh dan mansukh. Ilmu tersebut membicarakan pembatalan atau penghapusan hukum ayat-ayat yang datang lebih awal dengan ayat-ayat yang turun kemudian, disamping itu ada yang berpendapat tidak ada nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an. Berbeda dari kedua konsep tersebut, Taha justru memandang itu sebuah penundaan. Nasikh adalah ayat-ayat yang menunda sedangkan mansukh adalah ayat yang ditunda. Lantaran adanya penundaan mesti ada penerapan kembali, maka ayat-ayat utama yang ditunda (di-nasakh) sebelumnya akan kembali bangkit dan hal itu yang sebenarnya lebih utama yakni hakikat “misi Islam”. Berangkat dari itu, Muhammad Taha menyakini ada risalah kedua setelah risalah pertama yang dibawa dan selesai dengan wafatnya Nabi Muhammad Saw. Kaitannya dengan penerapan difabel, Islam memandang tidak ada perbedaan terhadap difabel, sebaliknya menjaga harta dan martabat mereka, hingga dalam masalah penyebutan.